Ada bagian tak terindahkan oleh kasih, perjuangan.
Tetes pilu mencederai hati, bukan karena malu didasari kepedihan.
Citra derita pudar seketika keringat terhisap raga.
Sudut pandang hanya menyisakan lihat dan cium.
Tongkat itu hanyalah pengais bukan pembantu, begitu juga dengan pikulan, gelarnya bukan itu.
Kadang membakar matahari dengan penutup belaian-belaian katun.
kadang berertelanjang dada, terkadang telanjang.
Malam mencekam sinar masih menyanggup terang, sesekali menghujan.
Ia yang paling terang, hanya ketakutan ada pada pandangan yang gila.
Berteriak bukan penyelesaian, histeris meratap sekalipun.
Kejam, tapi bukan sahabat, mencintaimu menghidupkanku.
Tetes pilu mencederai hati, bukan karena malu didasari kepedihan.
Citra derita pudar seketika keringat terhisap raga.
Sudut pandang hanya menyisakan lihat dan cium.
Tongkat itu hanyalah pengais bukan pembantu, begitu juga dengan pikulan, gelarnya bukan itu.
Kadang membakar matahari dengan penutup belaian-belaian katun.
kadang berertelanjang dada, terkadang telanjang.
Malam mencekam sinar masih menyanggup terang, sesekali menghujan.
Ia yang paling terang, hanya ketakutan ada pada pandangan yang gila.
Berteriak bukan penyelesaian, histeris meratap sekalipun.
Kejam, tapi bukan sahabat, mencintaimu menghidupkanku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar